![]() |
Undang-Undang Sisdiknas dalam Kaitan dengan Manajemen Berbasis Sekolah dan Komite Sekolah |
Rendahnya mutu pendidikan dasar dan menengah mendorong
kita untuk mencari-cari cara agar keluar
dari masalah tersebut. Berbagai cara telah dilakukan seperti pelatihan dan peningkatan
kualifikasi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana serta
prasarana pendidikan dan lain-lainya, namun demikian mutu pendidikan pada sebagian
besar sekolah kita masih kurang menggembirakan. Berdasarkan pemikiran ini maka
berbagai pihak bertanya-tanya dimanakah letak kesalahan penyelenggaraan
pendidikan di masyarakat kita? Beberapa argumentasi menyalahkan penyelenggaraan pendidikan kita
antara lain:
(a) Pendidikan
kita terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada
proses, padahal proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
(b) Pendidikan nasional dilakukan secara sentralistik, sehingga
meletakan sekolah sebagai penyelenggara saja, sedangkan penentu program datang
dari atas yang mempunyai jalur/jarak sangat panjang sehingga kadang-kadang program yang terumus tidak sesuai lagi dengan kondisi di sekolah
setempat. Keadaan seperti ini menjadikan sekolah bisa kehilangan kemandirian,
motivasi dan inisiatif untuk memajukan lembaga dan mutu pendidikan, karena yang
penting bagi pihak sekolah adalah melaksanakan saja.
(c) Rendahnya peran serta masyarakat, khususnya orang tua
siswa. Selama ini peranserta masyarakat hanya
berkisar ke masalah dana(input), bukan pada proses pendidikan seperti: pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas.
Berdasarkan kepada alasan-alasan seperti itu maka perlu di upayakan perbaikan-perbaikan,
salah satu upaya perbaikan itu adalah
melaksakanan manajemen berbasis sekolah (MBS), dan sebagai salah satu organisasi kelengkapan agar masyarat mau untuk
berpartisipasi secara maksimal maka perlu dibentuk wadahnya yaitu komite sekolah. Oleh
karena itu yang perlu dibahas disini adalah hal-hal mana saja isi dari Undang-Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang berkaitan dengan
pelaksanaan sistem manajemen berbasis sekolah
(MBS) dan organisasi komite sekolah?
2.
PEMBAHASAN
2.1. Pengelolaan Sekolah Sesuai UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003.
Undang-Undang nomor
20 tahun 2003 adalah Undang-Undang tentang Sistem pendidikan nasional yang
menggantikan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989. Adapun alasan digantinya
undang-undang tersebut adalah karena
undang-undang sebelumnya dianggap tidak memadai lagi dan dipandang perlu
disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 ini terdiri dari 22 bab
dan 77 pasal yang disyahkan dan di undangkan di Jakarta pada tanggal: 8 Juli
2003.
Sebagai salah satu
perbedaan dengan sistem yang lama, maka dapat ditunjukkan dalam sistem
pendidikan nasional yang sekarang adalah adanya sistem manajemen berbasis
sekolah (MBS), yaitu suatu sistem yang bukan lagi sentralistik melainkan desentralisasi,
yang memberikan wewenang kepada sekolah dan masyarakat untuk menentukan dan
merencanakan sendiri program sekolahnya. Secara tegas dinyatakan dalam UU
Sisdiknas Bab XIV Pasal 51 ayat 1;
Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah.
Secara lebih kongkrit
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No: 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Bab VIII pasal 49
ayat 1: Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas.
2.2. Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan
Dalam Undang-Undang Sisdiknas Bab XV pasal 54 ayat 1 : Peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi
peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha,
dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan. Dalam pasal 54 ayat 2, dinyatakan; masyarakat dapat
berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.
Konsep manajemen
berbasis sekolah memang masih harus dikaji terus untuk mendapatkan suatu
lembaga sekolah sebagai tempat yang cocok untuk pelayanan pendidikan, sehingga
dapat tercapainya sekolah yang mandiri
dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang dimiliki sekolah dalam
rangka untuk peningkatan mutu pendidikan. Pemindahan wewenang ke tingkat sekolah
diharapkan akan dapat menambah variasi antar sekolah dalam penyelenggaraan mutu pembelajaran karena kemampuan fasilitas
dan SDM nya berbeda-beda. Peningkatan kewenangan sekolah juga berakibat pada peningkatan kinerja sekolah sehingga
perlu adanya Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Kelembagaan ini sebagai
pengontrol peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Peran serta
masyarakat terutama dari pihak orang tua siswa selama ini sangat minim sekali,
dan partisipasi itupun pada umumnya berkisar mengenai dukungan dana, yaitu termasuk dalam input
pendidikan, bukanya pada proses
pendidikan misalnya seperti pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi dan
akuntabilitas. Sedangkan proses pendidikan lebih berpengaruh pada hasil
pendidikan. Sebagai contoh sebelum menganut manajemen berbasis sekolah tidak
ada tuntutan akuntabilitas, sehingga tidak ada kewajiban pertanggungan jawab
pihak sekolah untuk melaporkan proses pelaksanaan pendidikan dan hasilnya
terhadap masyarakat/orang tua siswa. Dalam sistem manajemen berbasis sekolah
ini dengan adanya komite sekolah sebagai wadah peran serta masyarakat dalam
pendidikan maka seorang Kepala Sekolah dan Dewan Guru memiliki tanggungjawab
untuk melaporkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada komite sekolah dan
masyarakat/orang tua siswa yang memiliki kepentingan untuk mengetahui perkembangan kemajuan siswa.
2.3. Komite Sekolah dan Peranannya.
Pembentukan komite
sekolah ini telah diamanatkan dalam Undang-Undang Sisdiknas Bab
XV pasal 56, Ayat 1; Masyarakat berperan
dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan,
pengawasan, dan evaluasi program melalui dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah.
Ayat 2; Dewan pendidikan sebagai lembaga
mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, saran dan prasarana,
serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota yang
tidak mempunyai hubungan hearerkhi.
Ayat 3;
Komite
sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan
prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Ayat 4
; Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah sebagaimana dimaksuk dalam ayat (1), (2) dan (3) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dalam Peraturan Pemerintah Repulik
Indonesia No: 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Bab
VIII, pasal: 51 ayat 2, pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan
menengah di bidang non-akademik dilakukan oleh komite sekolah /madrasah yang
dihadidiri oleh kepala satuan pendidikan. Sedangkan pada pasal 51 ayat 3, dinyatakan: Rapat dewan pendidik dan komite
sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan
pendidikan.
Jauh hari sebelum
peraturan dan undang-undang tersebut ditetapkan Komite Sekolah untuk mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta
prakarsa masyarakat ini telah ditetapkan dengan keputusan MendiknasNo.
044/U/2002, merupakan amanat dari UU No: 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasioanal ( Propenas) dengan tujuan agar pembentukan Komite Sekolah
dapat mewujudkan manajemen pendidikan yang berbasis sekolah/masyarakat.
Peran
Komite Sekolah adalah:
Pertama, sebagai pemberi pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan di satuan pendidikan.
Kedua, berperan sebagai pendukung yang berwujud finansial, pemikiran, maupun
tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Ketiga, sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan di satuan pendidikan.
Keempat, sebagai mediator antara pemerintah
dengan mayarakat di satuan pendidikan.
Peranan itu dapat berjalan jika Komite Sekolah dapat berfungsi mendorong
tumbuhnya perhatian masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Komite Sekolah juga harus melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik per orangan
ataupun organisasi, dunia usaha serta
dunia industri, dan pemerintah berkenaan dengan pengelolaan pendidikan yang
bermutu. Juga berfungsi menampung menganalisis aspirasi, pandangan, dan
tuntutan masyarakat. Dan tidak kalah
pentingnya Komite Sekolah berfungsi untuk memberikan masukan, pertimbangan dan
rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai kebijakan dari program pendidikan.
Berdasarkan peran dan fungsinya yang diamanatkan dalm UU Sisdiknas dan
Peraturan Pemerintah yang relevan dengan
keberadaan Komite Sekolah tampak jelas begitu pentingnya lembaga komite sekolah
berperan dalam pengelolaan yang menganut sistem manajemen berbasis
sekolah/masyarakat. Sebagai lembaga yang mandiri komite
sekolah/madrasah berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,
serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
2.4. Komite Sekolah dan Pengawasan
Dalam Bab XIX UU Sisdiknas pasal 66;
Ayat 1, dinyatakan; Pemerintah,
pemerintah daerah, dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah melakukan
pengawasan atas penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
Ayat 2, Pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip tranparansi dan akuntabilitas publik.
Ayat 3, Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Komite Sekolah dalam
menjalankan fungsi kontrol nya dapat melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap
kebijakan, program penyelenggaraan dan keluaran pendidikan. Oleh karena itu
bentuk kegiatan operasionalnya seperti misalnya:
(a)
Mengadakan rapat dan pertemuan secara rutin atau insedental dengan Kepala
Sekolah dan dewan guru.
(b) Mengadakan
kunjungan atau silahturahmi kesekolah atau dengan dewan guru di sekolah.
(c) Meminta penjelasan kepada sekolah tentang
hasil belajar siswa.
(d) Bekerja sama dengan sekolah dalam kegiatan
penelusuran alumni.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 56
dinyatakan: Pemantauan dilakukan oleh pimpinan satuan pendidikan dan komite sekolah/
madrasah atau bentuk lain dari lembaga perwakilan pihak-pihak yang
berkepentingan secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisisensi, efektifitas, dan
akuntabilitas satuan pendidikan.
Dalam pasal 58 ayat
4, dinyatakan dengan jelas; Untuk pendidikan dasar dan menengah, laporan oleh
pimpinan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada
komite sekolah/madrasah dan pihak-pihak
lain yang berkepentingan, yang berisi hasil evaluasi dan dilakukan
sekurang-kurangnya setiap akhir semester.
Berdasarkan beberapa
ayat dan pasal dari UU Sisdiknas maupun dari beberapa isi pada ayat dan
pasal-pasal Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasisonal Pendidikan sangat
jelas begitu menonjolnya Komite Sekolah sebagai kontrol dalam pengelolaan
sistem manajemen berbasis sekolah.
3.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pada uraian singkat pada bab pembahasan diatas mengenai kaitan Udang-undang
Sisdiknas dengan pengelolaan menganut sistem manajemen berbasis
sekolah/masyarakat dan tentang komite sekolah maka dapat disimpulkan
sebagaiberikut:
3.1.
Sisdiknas mengamanatkan agar sekolah dasar dilaksanakan dengan menganut sistem
manajeman berbasis sekolah (MBS).
(Pasal
51 ayat 1).
3.2.
Masyarakat diharapkan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
(pasal 56, ayat 1)
3.3.
Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan
tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan di tingkat satuan
pendidikan.
(pasal 56, ayat 3).
3.4.
Pengelolaan satuan pendidikan lebih
bersifat demokratis, artinya yang sebelumnya program pendidikan datang dari
atas, maka pada sistem yang baru kini program pendidikan dirumuskan oleh
sekolah dan masyarakat setempat.
3.5.
Kalau dahulu sekolah hanya mempunyai kewajiban melaporkan kepada atasan, maka
sistem manajemen berbasis sekolah, mengharuskan agar sekolah juga melaporkan
perkembangannya kepada masyarakat terutama pada orang tua siswa. ( pasal 66 ayat 1 dan 2 relevan dengan hal tersebut).
4. DAFTAR PUSTAKA
1.
-----------Undang-undang RI No 20 tahun 2003 Sisdiknas, Fokusmedia
Bandung, 2006.
2. ----------- Peraturan-Pemerintah
RI No 19 tahun 2005, Cemerlang, jakarta, 2005.
3. Depdiknas, Acuan
Operasional dan Indikator Kinerja Komite Sekolah, Depdiknas, Jakarta, 2004.
4.
Surayin, Tanya-Jawab Sisdiknas, Yrama
Widya, Bandung, 2004.
No comments