Logo Blog

JUKNIS DAN PEDOMAN

PENGERTIAN PROFESI GURU, KRITERIA PROFESI GURU DAN INDIKATOR PROFESI GURU


Pengertian profesi banyak konotasi salah satu diantaranya tenaga kependidikan termasuk guru. Kata Profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti dokter, guru, hakim, dan sebagainya. Profesionalisme berasal dari kata "Profession" mengandung arti yang sama dengan Accupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian.

Menurut "Nana Sudjana" mengatakan : Profession is a vocation in which professed knowledge of some departemen of learning or science is used in its Application to the affairs of  orther or in the practice of an art found.[1] Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia istilah profesionalisme ditemukan sebagai berikut :
"Profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya)".[2]Soetjipto, dalam bukunya "Profesi Keguruan" mendefinisikan pengertian profesi adalah :a.   Melayani masyarakat, merupakan karir yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b.   Memerlukan bidang ilmu keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang bisa melakukannya).
c.   Memerlukan pelatihan khusus waktu yang panjang.[3]

Dari pengertian diatas bahwa, yang dimaksud dengan profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan keahlian dan keterampilan yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus, dengan kata lain profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang keahlian dan keterampilan yang khususnya mengenai lapangan kerja tertentu.

Didalam buku profesi keguruan yang dikarang oleh Soetjipto bahwa ciri-ciri utama suatu profesi adalah :
1.   Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan.
2.   Jabatan yang menentukan keterampilan atau keahlian tertentu.
3.   Jabatan yang memerlukan pendidikan tingkata PT yang cukup lama.
4.   Keterampilan atau keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
5.   Dalam memberikan layanan kepada masyarakat, anggota profesi itu berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
6.   Profesi pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri.
7.   Jabatan ini mempunyai prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula.

Khusus untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun siria atau kriteria Profesi Guru. Misalnya National Education Association (NEA) (1948) menyarankan kriterianya sebagai berikut.
1.   Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
2.   Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
3.   Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka)
4.   Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
5.   Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
6.   Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi.
7.   Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Oleh sebab itu, dalam rangka menjaga dan meningkatkan layanan ini secara optimal serta menjaga agar masyarakat jangan sampai dirugikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, tuntutan jabatan profesional harus sangat tinggi. Profesi kependidikan, khususnya profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan alasan tersebut, jelas kiranya bahwa profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.[4]

Dari waktu ke waktu konseptualisasi profesi terus mengalami perkembangan. Di Amerika, pada awal abad 20, profesi ditekankan pada pelatihan dan kualifikasi. Pelatihan dibuktikan dengan surat-surat tanda tamat kependidikan, sementara kualifikasi diterangkan dengan sejumlah karakteristik, termasuk ujian, pengalaman, dan reputasi yang berhubungan dengan keefektifan di dalam pekerjaan.

Berdasarkan perkembangan tuntutan, profesi dipandang sebagai suatu pekerjaan yang memiliki atribut (ciri-ciri atau indikator-indikator) tingkat tinggi. Profesi dapat dipandang sebagai suatu bangunan ideal. Didalamnya pekerjaan-pekerjaan individu bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan perangkat atribut yang dibutuhkan. Dengan demikian, pekerjaan dapat bervariasi dalam suatu kontinum dari yang tidak profesional sampai yang profesional tinggi.

Demikian pula para profesional akan bervariasi dalam tingkat profesionalismenya sesuai dengan tingkat perangkat atribut profesi yang dimilikinya.

Oleh karenanya ada beberapa indikator dalam profesi, diantaranya:
(a). Keterampilan yang didasarkan atas pengetahuan teoritis.
(b). Pendidikan dan latihan yang dibutuhkan.
(c). Tes kompetensi (melalui ujian dan sebagainya)
(d). Vokas (sumber penghidupan)
(e). Mengikuti aturan tingkah laku, dan
(f). Pelayanan alturistis (mementingkan dan membantu orang lain).

Selain beberapa indikator diatas maka, seorang guru dalam melakukan kewenangan profesionalnya, dituntut memiliki seperangkat kemampuan (competency) yang beraneka ragam dan memerlukan beberapa persyaratan khusus, diantaranya :
1.    Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.    Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.    Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4.    Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan.
5.    Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.[5]

Atas dasar persyaratan diatas, jelaslah bahwa profesionalisme harus ditempuh melalui jenjang pendidikan yang khusus mempersiapkan jabatan itu.

Demikian juga dengan profesi guru, harus ditempuh melalui jenjang pendidikan "Pre service education" seperti PGSD, IKIP dan Fakultas keguruan di luar lembaga IKIP.

Menurut Abudin Nata, MA, dalam bukunya "Filsafat Pendidikan Islam" bahwa pendidikan dari segi bahasa, sebagaimana dijelaskan oleh Wjs Poerwadarmita yaitu orang yang mendidik. Pengertian itu memberikan kesan bahwa pendidik adalah yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.[6]

Dalam bahasa inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tutor, guru pribadi yang mengajar di rumah. Selanjutnya dalam bahasa arab dijumpai kata ustadz, muddaris, muallim dan muaddib, dan kata ustadz jamaknya asatidz yang berarti guru, profesor (gelar akademis), jenjang dibidang intelektual, pelatih, penulis dan penyair. Adapun kata mudarris berarti guru, pelatih dan dosen. Selanjutnya kata muallim juga berarti guru, pelatih, pemandu, dan kata muaddib berarti pendidik (guru dalam dalam lembaga pendidikan al-qur'an).[7]

Dari beberapa kata diatas secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik. Pendidik secara lazim digunakan di masyarakat telah dikemukakan oleh para ahli pendidik.

Menurut "Ahmad Tafsir" mengatakan bahwa pendidik dalam islam sama dengan teori di barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dalam Islam. Orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua (ayah dan ibu).[8] Secara umum guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawabdengan sengaja mempengaruhi orang lain (anak didik), memberi pertolongan kepada anak yang masih dalam perkembangan dan pertumbuhan untuk mencapai kedewasaan dapat dikatakan pendidik atau guru.

Menurut Ahmad D. Marimba mengartikan guru orang yang memikul pertanggungjawaban untuk mendidik, yaitu manusia dewasa karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan si terdidik.[9]

Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari apakah ada yang patut diteladani atau tidak.[10]

Dalam undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 27 ayat (3) dikemukakan bahwa " Guru adalah tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar ".[11]


Di samping itu ia mempunyai tugas lain yang bersifat pendukung, yaitu membimbing dan mengelola administrasi sekolah. Tiga tugas ini mewujudkan tiga layanan yang harus diberikan oleh guru kepada pelajar dan tiga peranan yang harus dijalankan. Tiga layanan dimaksud adalah :
a.   Layanan Intruksional
b.   Layanan Bantuan, dan
c.   Layanan Administrasi
Adapun tiga peranan guru adalah :
a.   Sebagai pengajar
b.   Sebagai pembimbing, dan
c.   Sebagai Administrasi kelas.[12]

Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh Dinas maupun di luar Dinas, dalam bentuk pengabdian.
Ada tiga tugas yang dapat dikelompokan yang berkaitan dengan tanggung jawab :
a.   Tugas dalam bidang profesi
Guru merupakan suatu profesi yang artinya suatu jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan walaupun kenyataannya masih dilakukan oleh orang di luar kependidikan.
b.   Tugas dalam bidang kemanusiaan
Guru di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikannya hendaknya dapat menjadikan motivasi bagi siswanya dalam belajar.
c.   Tugas dalam bidang kemasyarakatan
Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena, dari seorang guru dihargai masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju kepada pembentukan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila.[13]

Tugas dan tanggung jawab guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru pada hakikatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peranan pentig dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa dan amanat yang harus diterima atas dasar pilihannya untuk memangku jabatan guru. Amanat tersebut wajib dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Allah SWT berfirman :
إِنًّ الله يَأْ مُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّ وَالْاَمَانَاتِ إِلَى اَهْلِهَا وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا باِلْعَدْلِ إِنَّ الله نِعِمّاَ بَعْضُكُمْ بِهِ إِنَّ الله كاَنَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا (النساء :   )
Artinya : "Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada mu, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS. An-Nisa : 56). [14]


Tanggung jawab guru ialah keyakinannya bahwa segala tindakannya dalam melaksanakan tugas dan kewajiban didasarkan atas pertimbangan profesional (professional judgement) secara tepat.

Pekerjaan guru menuntut kesungguhan dalam berbagai hal, karenanya posisi dan persyaratan pata "pekerja pendidikan" atau orang-orang yang disebut pendidik karena pekerjaannya ini patut mendapat pertimbangan dan perhatian yang sungguh-sungguh pula. Pertimbangan tersebut dimaksudkan agar usaha pendidikan tidak jatuh ke tangan orang-orang yang bukan ahlinya.
Nabi Saw, bersabda :
إِذَا وُسِدَ اْلاَمْرُ إِلَى غَيْرِ اَهْلِهِ فَانْتَظِرُ السَّاعَةُ (روه البخار)
Artinya : "Apabila suatu jabatan dipegang bukan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya"

Tanggung jawab guru terhadap amanatnya sebagaimana dikemukakan diatas seharusnya diwujudkan dalam upaya mengembangkan profesionalismenya, yaitu mengembangkan mutu, kualitas, dan tindak tanduknya.

Guru memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar dipundaknya terpikul tanggung jawab utama keefektifan seluruh usaha kependidikan persekolahan jalannya kegiatan belajar mengajar dan pendidikan tidak hanya ditentukan oleh kompetensi tersebut. Kepribadian guru juga ikut menentukan. Dalam pendidikan Islam, para ulama telah berusaha merumuskan kompetensi kepribadian guru dan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru.

Dalam bukunya yang berjudul Tadzkiroh al-sami' wa al-mutawakalim fi adab al-'alim wa al-muta'allimin (catatan pendengar dan pembicara tentang kode etik guru dan pelajar).

Al-Kanani mengemukakan persyaratan guru yang berkenaan dengan dirinya:
1.   Hendaknya guru senantiasa insyaf akan pengawasan Allah terhadapnya dalam segala perkataan dan perbuatan bahwa ia memegang amanat yang diberikan Allah kepadanya.
2.   Hendaklah guru memelihara kemuliaan ilmu
3.   Hendaklah guru berzuhud
4.   Hendaklah guru tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise, atau kebanggaan atas orang lain.
5.   Hendaklah guru rajin melakukan hal-hal yang disunatkan oleh agama, baik dengan lisan ataupun perbuatan.
6.   Hendaklah memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak dan menghindarkan diri dari akhlak yang buruk.
7.   Guru hendaknya selalu belajar dan tidak merasa malu untuk menerima ilmu dari orang yang lebih rendah dari padanya, baik kedudukan, keturunan, atupun usianya.

Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa di tengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan tekhnologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kader dinamika untuk dapat mengadaptasikan diri.

Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan terbinanya kesiapan dan keandalan seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa di masa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru di tengah-tengah masyarakat.

c. Pengertian persepsi  profesionalisme guru

Seperti yang telah dibahas diatas, jelaslah bahwa persepsi adalah persepsi adalah suatu proses masuknya pesan atau informasi melalui alat indera manusia yang difokuskan berdasarkan pengamatan.

Profesi itu adalah pekerjaan yang membutuhkan keahlian, kompetensi, dan kejujuran. Guru yasng baik harus mengakui kekurangan dan berusaha untuk mencapai perbaikan kesadaran akan kompetensi guru menuntut tanggung jawab yang berat bagi pribadi guru.

Menurut Muhibin syah, kompetensi profesionalisme guru dapat diartikan “kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya, artinya guru yang piawai dalam melakasanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional”.

Mengenai kompetensi ini Muhibin syah membagi menjadi 3 bagian yaitu: 1. kompetensi kognitif (kemampuan ranah cipta) 2. kemampuan afektif (kemampuan ranah rasa) 3. kemampuan psikomotorik (kemampuan ranah karsa).

Dalam hal ini penulis akan menguraikan beberapa ranah-ranah tersebut yaitu:
1. Kompetensi kognitif guru (kemampuan ranah cipta)
Seorang guru harus mempunyai disiplin ilmu sehingga guru tesebut mempunyai wawasan yang luas dalam berbagai bidang ilmu pendidikan. Namun yang lebih penting lagi ia harus mengusai materi bidang study yang akan diajarkan kepada muridnya dan ia juga harus mengetahui bagaimana cara menyusun program pengajaran, memilih metode yang tepat, memlilih media pengajaran dan sebagainya.

2. Kompetensi afektif guru (kemampuan ranah rasa)
Kompetensi afektif guru harus masuk kedalam ranah karsa, dimana ranah-ranah ini sifatnya abstarak (tidak dapat dilihat). Memang demikian, karena ranah rasa berada didalam hati. Adapun ranah rasa ini meliputi: cinta, benci, semangat, keinginan motifasi mengajar guru dicurahkan kepada siswa didalam mengajar. Dalam hal ini seorang guru diharapkan dapat menilai dirinya sendiri, mendorong siswa dan membangkitkan siswa supaya maju.

3. Kompetensi psikomotor guru (kecakapan ranah karsa)
Kompetensi psikomotor guru meliputi: segala keterampilan, kecakapan, yang bersifat fisik, yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugas-tugas mengajar. baik itu intonasi suara, lancar berbicara, baik ketika menyampaikan materi pelajaran maupun ketika manjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa atau pun ketika mengomentari pendapat dari siswa.
Demikian pendapat megenai kompetensi profesionalisme guru, yang pada intinya sama yaitu, dimana guru yang profesional tidak hanya mengetahui tapi betul-betul melaksanakan apa-apa yang menjadi tugasnya.
  





[1]  M. Uzer Usman "Menjadi Guru Profesional" Rosda karya, Bandung, 2005.
[2] Syarifudin Nurdin "Guru Profesionalisme dan Implementasi Kurikulum", Quantum Teaching, Jakarta, 2005, hal. 13
[3] Nana Sudjana, "Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar", Sinar Baru, Semarang, 2004 cet. ke- 7, hal. 13
[4]  Ibid. hal
[5]  Loc. cit. Hal. 15
[6]  Abudin Nata, ”Filsafat Pendidikan Islam", (Jakarta : Logos, 1997) Cet. ke-1, Hal. 61
[7]  Ibid. Hal. 61
[8] Ahmad Tafsir, "Ilmu Pendidikan Islam dalam Prespektif Islam", (Bandung, Rosdakarya, 2001), Cet. ke-4. Hal. 74
[9]  Ahmad D. Marimba, "Pengantar Filsafat Pendidikan Islam", (Bandung, Al-Ma'arif, 1980).
[10]  Soetjipto, Raflis Kosasih, "Profesi Keguruan", Jakarta, Rineka Cipta, 1999. Cet. Pertama
[11]                             , "UU Sistem Pendidikan Nasional"
[12]  Superta, Herry Noer Aly, "Metodologi Pengajaran Agama Islam", Amisco, Jakarta, 2002
[13]  UU RI No. 20 Thn 2003, "Sistem Pendidikan Nasional" Citra Umbara, Bandung, 2003
[14]  Mahmud Yunus, "Al-Qur'an dan Terjemah", Surabaya, 2001




= Baca Juga =



No comments:

Post a Comment

    Info Kurikulum Merdeka

    Info Kurikulum Merdeka
    Info Kurikulum Merdeka